Tahun Baru 2023 Di Kota London Inggris Musim Apa

Tahun Baru 2023 Di Kota London Inggris Musim Apa

Video: Ketemu 19 Pengusaha Inggris, Prabowo Tarik Investasi USD 8,5 M

Time Genie menghormati privasi Anda.

Selain terbatas penggunaannya, masyarakat juga jarang melihat atau memperhatikan kalender Jawa dan kalender Islam yang biasanya disatukan dengan kalender Masehi dalam ukuran angka atau keterangan yang lebih kecil. Selain itu, sebagian kalender Masehi juga tidak mencantumkan kalender Islam, apalagi kalender Jawa.

Untuk keperluan sehari-hari, masyarakat menggunakan kalender Masehi yang dipakai secara internasional. Negara terakhir yang turut menjadikan kalender Masehi sebagai acuan untuk pengaturan administrasi sipil adalah Arab Saudi pada 2016. Sebelumnya Arab Saudi menggunakan kalender Islam. Kini, kalender Islam hanya digunakan untuk kepentingan ibadah dan kalangan terbatas.

Melemahnya peran keraton dan wilayah yang jauh dari pusat keraton membuat informasi tentang perubahan kurup atau pembaruan sistem kalender Jawa itu tidak sampai ke masyarakat.

Kekurangpahaman masyarakat tentang kalender Jawa dan kalender Islam membuat sebagian masyarakat menyebut perayaan 1 Muharam 1445 H yang berlangsung di sejumlah daerah pada Selasa (18/7/2023) juga menyebutnya dengan perayaan 1 Sura. Padahal, perayaan 1 Sura 1957 (Jimawal) baru akan digelar Karaton Yogyakarta dan Surakarta pada Rabu (19/7/2023) malam.

Tahun ini, 1 Muharam jatuh pada Rabu (19/7/2023) atau tepatnya Selasa (18/7/2023) selepas Matahari terbenam hingga Rabu (19/7/2023) sebelum Matahari terbenam. Karena awal hari kalender Islam dimulai pada malam hari, bukan dini hari seperti kalender Masehi, masyarakat biasanya menyebut 1 Muharam 1445 H ini jatuh pada malam Rabu, jarang yang menyebutnya Selasa malam.

Awal bulan (month) dalam kalender Islam ditentukan berdasar ketampakan Bulan (moon). Karena itu, kalender Islam disebut sebagai kalender astronomi. Untuk Muharam 1445 H ini, data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebut, ijtimak atau konjungsi yang berarti kesegarisan Matahari, Bulan, dan Bumi yang jadi tanda fase Bulan baru terjadi Selasa (18/7/2023) pukul 01.32 WIB.

Akibatnya, pada Selasa (18/7/2023) petang saat Matahari terbenam, posisi Bulan di seluruh wilayah Indonesia telah memiliki ketinggian 5,03-7,50 derajat dan elongasi atau jarak sudut Matahari-Bulan mencapai 7,44-8,57 derajat. Umur Bulan berkisar 14,06-17,43 jam.

Dengan hisab kriteria imkan rukyat (kemungkinan terlihatnya hilal) yang dianut pemerintah dan sebagian besar organisasi masyarakat Islam, yaitu syarat masuk bulan baru jika ketinggian hilal minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat, maka 1 Muharam 1445 H jatuh pada Rabu (19/7/2023).

Demikian pula dengan hisab kriteria wujudul hilal (terbentuknya hilal) yang dipakai Muhammadiyah, 1 Muharam 1445 juga jatuh pada Rabu (19/7/2023). Syarat bulan baru dalam kriteria ini sudah terpenuhi semua, yaitu ijtimak terjadi sebelum maghrib, Bulan sudah di atas ufuk, dan Matahari terbenam lebih dulu dari Bulan.

Akibatnya, bulan Zulhijah 1444 H yang merupakan bulan ke-12 dalam kalender Islam memiliki panjang 30 hari bagi yang menggunakan kriteria wujudul hilal dan 29 hari bagi yang memakai kriteria imkan rukyat. Kedua kelompok ini memang memasuki bulan Zulhijah 1444 H secara berbeda sehingga Idul Adha mereka pun berbeda.

Perayaan tahun baru Islam di Indonesia yang jatuh pada Rabu (19/7/2023) itu juga sama dengan banyak negara di dunia. Sesuai data Proyek Pengamatan Hilal Pusat Astronomi Internasional (ICOP IAC) yang berbasis di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, 1 Muharam 1445 H juga dirayakan pada Rabu (19/7/2023) di Arab Saudi, Turki, Malaysia, Libya, hingga Sudan. Namun, Pakistan baru akan merayakan tahun baru hijriah pada Kamis (20/7/2023).

Baca juga: Gerhana Matahari Bukan Tanda Awal Bulan dalam Kalender Hijriah

Meski sebagian besar umat Islam merayakan tahun baru Islam secara bersamaan, setiap negara dan ormas Islam memiliki kriteria awal bulan kalender Islam yang berbeda. Akibatnya, di satu titik mereka merayakan hari raya atau awal bulan secara bersamaan, tetapi di saat yang lain merayakannya secara berbeda. Kebersamaan yang terjadi hanyalah kebetulan belaka.

Kalender Islam tidak memiliki otoritas tunggal yang mengaturnya, termasuk di Indonesia. Ini adalah persoalan terbesar dalam kalender Islam saat ini, selain belum adanya kriteria tunggal. Meski pemerintah melalui Kementerian Agama mengatur penentuan awal bulan kalender hijriah, sebagian ormas Islam tetap menggunakan caranya sendiri.

Kondisi itu berbeda dengan kalender Masehi yang diatur oleh Gereja Katolik Vatikan. Meski kalender Masehi masih memiliki potensi kesalahan di masa depan, keajekan aturan yang menimbulkan kepastian membuat kalender ini dijadikan patokan untuk pengaturan administrasi sipil di semua negara di dunia.

Kalender Islam bersumber dari kalender Arab pra-Islam. Kalender itu digagas menjadi kalender Islam di era kepemimpinan Umar bin Khattab. Untuk epoch atau titik awalnya ditentukan berdasar waktu hijrah atau berpindahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, Arab Saudi, pada tahun 622 Masehi.

Satu bulan dalam kalender Islam memiliki panjang 29-30 hari. Namun, panjang hari di setiap bulan hanya ditentukan berdasarkan periode sinodis Bulan, dari ijtimak ke ijtimak berikutnya atau dari Bulan mati ke Bulan mati berikutnya.

Baca juga: Kalender Masehi Masih Menyimpan Kesalahan

Sistem perhitungan atau hisab sebenarnya bisa digunakan untuk menentukan panjang bulan setiap bulannya. Namun, untuk tiga bulan terkait ibadah wajib atau haram, yaitu Ramadhan (bulan ke-9), Syawal (ke-10), dan Zulhijah (ke-12), sebagian besar umat Islam tetap menentukannya dengan pengamatan (rukyat) hilal.

Sementara tahun baru Jawa pada 2023 ini, menurut kalender yang diterbitkan majalah dwimingguan berbahasa Jawa, Jaya Baya, 1 Sura 1957 (Jimawal) jatuh pada Kamis Pahing (20/7/2023) atau tepatnya dari Rabu (19/7/2023) selepas Matahari terbenam hingga Kamis (20/7/2023) sebelum Matahari terbenam.

Sama seperti penyebutan hari dalam kalender Islam, masyarakat umum akan menyebut 1 Sura 1957 (Jimawal) dimulai pada malam Kamis Pahing, jarang yang menyebut dimulai pada Rabu Legi malam. Masyarakat Indonesia memang memiliki budaya menyebut waktu terlebih dulu sebelum nama hari untuk menandakan bahwa awal hari dimulai pada malam hari. Akibatnya, masyarakat lebih suka menyebut malam Minggu daripada Sabtu malam.

Sistem Penanggalan Jawa

Kalender Jawa adalah kalender matematis, yaitu panjang setiap bulannya sudah ditentukan jumlah harinya dengan bulan berangka ganjil memiliki panjang 30 hari dan bulan berangka genap mempunyai 29 hari. Jumlah hari dalam satu tahunnya antara 354 hari untuk tahun basit (pendek) dan 355 hari untuk tahun kabisat (panjang).

Ketentuan panjang hari setiap bulan inilah yang membuat Idul Fitri dalam kalender Islam dan Jawa beberapa kali mengalami perbedaan. Bulan Ramadhan dalam kalender Islam bisa memiliki panjang 29 hari atau 30 hari, tetapi bulan Pasa dalam kalender Jawa yang setara dengan Ramadhan selalu memiliki panjang 30 hari.

Meski demikian, panjang bulan Besar 1956 (Ehe) atau bulan ke-12 pada kalender Jawa pada tahun 2023 ini berbeda dengan aturan biasanya. Sebagai bulan genap, jumlah hari bulan Besar seharusnya 29 hari, bukan 30 hari seperti sekarang. Jumlah bulan Besar yang memiliki 30 hari menandakan bahwa tahun 1956 (Ehe) adalah tahun kabisat dengan tambahan satu hari ditempatkan pada bulan ke-12.

Karena itu, seperti yang banyak beredar di media sosial, perayaan 1 Muharam 1445 H yang dirayakan Selasa (18/7/2023) malam dan banyak disebut juga sebagai tanggal 1 Sura, sejatinya belum masuk 1 Sura 1957 (Jimawal). Dalam kalender Jawa, Selasa (18/7/2023) malam masih masuk tanggal 30 Besar 1956 (Ehe). Perayaan 1 Sura baru akan diperingati pada Rabu (19/7/2023) malam atau malam Kamis (20/7/2023).

Baca juga : Kalender Islam dan Kalender Jawa, Produk Budaya yang Kian Terpinggirkan

Alasan itu pula yang membuat acara kirab Lambah Budaya Mubeng Benteng Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kirab Pusaka Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat baru akan dilakukan pada Rabu (19/7/2023) malam seiring datangnya 1 Sura 1957 (Jimawal).

Kalender Jawa, seperti disebut dalam buku Penanggalan Jawa 120 Tahun Kurup Asapon karya H Djanudji (2006), mulai digunakan pada 1 Muharam 1043 H atau 8 Juli 1633 M atau bertepatan dengan tahun 1555 Saka di zaman berkuasanya Sultan Agung Hanyakrakusuma sebagai Raja Mataram.

Suasana prosesi kirab pusaka di Keraton Kasunanan Surakarta, Solo, Kamis (10/2/2005).

Kalender Jawa dibuat untuk menyatukan sejumlah penanggalan yang digunakan masyarakat Jawa saat itu, yaitu kalender Saka digunakan umat Hindu dan kalender Hijriah oleh umat Islam. Kalender Jawa merupakan pencampuran antara sistem kalender Hindu dan kalender Islam.

Nama hari dan bulan diserap dalam kalender Jawa diambil dari kalender Islam yang telah disesuaikan penyebutannya sesuai lidah dan budaya orang Jawa. Sementara angka tahun tetap memakai tahun Saka. Dengan demikian, awal tahun pertama kalender Jawa adalah 1 Sura 1555 (Alip), bukan tahun 1 Sura 1 (Alip).

Meski demikian, kalender Jawa tetap memiliki sejumlah fitur unik yang khas. Salah satunya adalah konsep hari yang terdapat dua sistem, yaitu ”saptawara” atau siklus mingguan (minggon) yang terdiri atas tujuh hari dari Ahad sampai Sabtu dan ”pancawara” atau siklus pasaran yang terdiri atas lima hari, yaitu Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Konsep hari pasaran itu dinilai lebih tua dibanding konsep hari mingguan.

Dalam penulisan tahun Jawa selalu disertai nama urutan tahun dalam satu windu atau siklus delapan tahunan. Penamaan tahun pertama hingga kedelapan dalam satu windu itu adalah Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Jadi, tahun lalu 1956 (Ehe) merupakan tahun kedua dalam siklus windu dan tahun yang baru 1957 (Jimawal) adalah tahun ketiga dalam satu siklus windu.

Lihat juga: Obor Keliling Kampung Sambut Tahun Baru Islam 1445 H

Dalam satu windu terdapat tiga tahun kabisat yang ditempatkan pada tahun Ehe (tahun kedua), tahun Dal (kelima), dan tahun Jimakir (kedelapan). Karena tahun 1956 termasuk tahun Ehe, maka tahun yang akan segera habis itu termasuk tahun kabisat dengan panjang bulan Besar (bulan ke-12) menjadi 30 hari.

Aturan windu itu membuat panjang satu tahun dalam kalender Jawa adalah 354 3/8 hari. Sementara rata-rata panjang satu tahun dalam kalender Islam yang jadi acuan kalender Jawa adalah 354 11/30 hari. Saat digunakan sebagai acuan kalender Jawa, kalender Islam masih bersifat matematis meski tidak murni karena masih menggabungkan dengan pengamatan Bulan. Beberapa dekade terakhir, kalender Islam cenderung menjadi kalender astronomis, sedangkan kalender Jawa tetap matematis.

Kepadatan warga Tengger di kawah Gunung Bromo saat perayaan Yadnya Kasada di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Senin (5/6/2023). Yadnya Kasada merupakan sebuah upacara persembahan untuk Sang Hyang Widhi dan para leluhur suku Tengger yang digelar setiap Bulan Kasada hari ke-14 dalam penanggalan kalender tradisional Hindu Tengger.

Perbedaan panjang hari itu membuat dalam 120 tahun terdapat 45 tahun kabisat dalam kalender Jawa dan 44 tahun kabisat dalam kalender Islam. Artinya, dalam 120 tahun kalender Jawa akan lebih cepat satu hari dibanding tahun Islam. Dalam jangka panjang, kondisi itu akan membuat kalender Jawa terus lebih maju dari kalender Islam sehingga tidak selaras lagi dengan kalender Islam.

Kondisi ini baru disadari setelah 72 tahun kalender Jawa berjalan. Untuk menjaga agar awal kalender Jawa bisa bersamaan atau setidaknya tidak berbeda jauh dengan kalender Islam, dibuat siklus 120 tahunan yang disebut kurup.

Tahun ke-120 dalam kalender Jawa atau tahun kedelapan (Jimakir) pada windu ke-15 yang seharusnya merupakan tahun kabisat dibuat tetap menjadi tahun basit. Dengan demikian, jumlah tahun kabisat dalam kalender Jawa dan kalender Islam (matematis) sama banyaknya, yaitu 44 tahun.

Dengan aturan kurup atau siklus 120 tahunan itu, Tahun Baru Jawa pada 120 tahun berikutnya akan jatuh satu hari lebih awal, baik dalam penyebutan hari ”saptawara” maupun ”pancawara”. Kasunanan Surakarta menetapkan 1 Sura 1627 (Alip), atau 72 tahun setelah pelaksanaan kalender Jawa, jatuh pada Kamis Kliwon. Selanjutnya, 120 tahun kemudian, 1 Sura 1747 (Alip) akan jatuh pada Rabu Wage.

Lihat juga: Memberi Makan Kerbau Bule Keramat Milik Kasunanan Surakarta

Indikator Alip, Rabu (dalam bahasa Jawa: Rebo), dan Wage itu kemudian disingkat Aboge dan menjadi nama kurup. Kurup Aboge ini berlangsung dari 1 Sura 1747 (Alip) sampai 29 Besar 1866 (Jimakir). Pada 1 Sura 1867 (Alip) yang jatuh pada Selasa Pon akan masuk kurup baru yang disebut Asapon (Alip, Selasa, Pon). Kurup Asapon inilah yang saat ini berlaku, dari 24 Maret 1936 M sampai 25 Agutus 2052 M.

Namun, nyatanya masih ada masyarakat Jawa yang memakai kurup Aboge. Melemahnya peran keraton dan wilayah yang jauh dari pusat keraton membuat informasi tentang perubahan kurup atau pembaruan sistem kalender Jawa itu tidak sampai ke masyarakat.

Bagaimanapun, kelanggengan kalender atau sistem penanggalan sebagai produk budaya akan tersingkir jika tidak digunakan. Baik kalender Jawa yang cukup mapan maupun kalender Islam yang masih mendebatkan soal kriteria awal bulan sama-sama memiliki tantangan berbeda untuk bertahan.

Ahli kalender yang juga astronom Indonesia, Moedji Raharto, seperti dikutip Kompas, 6 November 2014, menyebutkan, walau ada pro dan kontra atau kritik dan ketidaksempurnaan, sebuah kalender tetap harus digunakan agar lestari. ”Jika tidak dimanfaatkan, kalender akan hilang,” katanya.

Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharam 1445 Hijriah.

Selamat Tahun Baru Jawa 1 Sura 1957 (Jimawal).

Berdasarkan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta, awal musim hujan di DIY mundur. Musim hujan diprediksi dari dinamika atmosfer-laut. Ada beberapa dinamika atmosfer-laut yang diprediksi. Pertama, fenomena ENSO pada bulan Juli 2023 berada dalam kondisi El Nino Moderat dan diprediksi akan bertahan hingga awal 2024. Kedua, fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) pada bulan Juli 2023 berada pada kondisi netral dan diprediksi menuju fase IOD Positif pada awal bulan Agustus dan diprediksi bertahan hingga akhir tahun 2023. Ketiga, anomali Suhu Muka Laut Perairan Indonesia (Sea Surface Temperature / SST) pada bulan Juli umumnya netral dan diprediksikan bulan Agustus-November 2023 dalam kondisi normal hingga dingin. Keempat, Monsun Asia diprakirakan mulai memasuki wilayah Indonesia utara ekuator pada bulan Desember 2023 dengan intensitas relatif sama dengan pola normalnya, dan akan memasuki seluruh wilayah Indonesia pada bulan Januari 2024.

Kemudian, posisi daerah pertemuan angin di sekitar ekuator (Inter Tropical Convergence Zone / ITCZ) pada bulan Juli 2023 masih berada di utara ekuator dan bergerak ke arah selatan mengikuti pergerakan tahunannya. Berdasarkan kondisi dinamika atmosfer-laut tersebut diatas, diprakirakan Awal Musim Hujan 2023/2024 DIY terjadi pada November dasarian I (meliputi Kabupaten Kulon Progo bagian utara). November dasarian II (meliputi Kabupaten Sleman bagian utara dan Kabupaten Gunungkidul bagian tengah dan selatan). November dasarian III (meliputi Kabupaten Kulon Progo bagian tengah dan selatan, sebagian Kabupaten Bantul bagian barat, Kabupaten Bantul bagian tengah dan selatan, Kabupaten Gunungkidul bagian utara). Desember dasarian I (meliputi Kabupaten Sleman bagian selatan, Kabupaten Bantul bagian utara, sebagian Kabupaten Gunungkidul bagian barat).

Dari 8 Zona Musim (ZOM) di DIY, 7 ZOM (87,5 persen) diprakirakan akan mulai memasuki musim hujan pada bulan November 2023 dan 1 ZOM (12,5 persen) pada bulan Desember 2023. Apabila dibandingkan dengan rata-ratanya, awal musim hujan 2023/2024 di DIY diprakirakan mundur 2-3 dasarian dari rata-ratanya. Sifat Musim hujannya adalah normal-bawah normal. Puncak Musim Hujan 2023/2024 di DIY diprakirakan terjadi pada bulan Februari 2024.

Adapun durasi musim hujan 2023/2024 di D. I Yogyakarta diprakirakan bervariasi antara 13-21 dasarian. Sedangkan akhir musim hujan 2023/2024 di DIY diprakirakan berakhir pada April dasarian III umumnya wilayah DIY dan Mei dasarian I di Kabupaten Kulon Progo bagian utara.

Berdasarkan prediksi tersebut, BMKG mengimbau Pemerintah Daerah dan masyarakat luas untuk lebih siap dan antisipatif terhadap dampak musim hujan 2023/2024 yang cenderung mundur dari kondisi rata-ratanya dengan melakukan penghematan penggunaan air bersih dan penyesuaian pola tata tanam.

Pada periode peralihan musim (akhir Oktober-pertengahan November 2023) perlu diwaspadai cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang, puting beliung, dan potensi hujan es yang bisa terjadi pada periode tersebut. (SDA)

Sumber : Buku PMH 2023/2024 BMKG

KOMPAS.com - Memasuki bulan September, musim hujan tampaknya belum akan terjadi di Indonesia.

Awal musim hujan di Indonesia, menurut prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hujan akan turun pada bulan November 2023 mendatang.

Musim kemarau dan cuaca yang panas masih melanda sebagian besar wilayah di Indonesia.

Akibat tingginya keragaman iklim di Indonesia, BMKG menjelaskan bahwa ini menyebabkan awal musim hujan tidak terjadi serentak di seluruh wilayah.

Sementara, periode puncak musim hujan diperkirakan secara umum akan terjadi pada Januari dan Februari 2024.

"Musim Hujan pada tahun 2023/2024 umumnya akan tiba lebih lambat dibandingkan dengan biasanya. Curah hujan yang turun pada periode musim hujan 2023/2024 pada umumnya diprediksi akan normal dibandingkan biasanya,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers prakiraan musim hujan 2023/2024 di Jakarta, Jum’at (8/9/2023).

Meskipun demikian, imbuh Dwikorita, ada beberapa daerah yang diprediksi mengalami curah hujan yang lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan biasanya.

Baca juga: Kapan Musim Hujan Berakhir? BMKG: Maret dan April Masih Tinggi Hujan

Dwikorita menjelaskan, terjadinya awal musim penghujan umumnya berkaitan dengan peralihan Angin Timuran atau Monsun Australia menjadi Angin Baratan atau Monsun Asia.

Berdasarkan prediksi BMKG, angin Monsun Australia diperkirakan masih tetap aktif hingga November 2023, terutama di Indonesia bagian Selatan. Sedangkan angin Monsun Asia atau Angin Baratan, diperkirakan akan datang lebih lambat dari normalnya.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan akhir-akhir ini ramai diperbincangkan. Pasalnya, sebelum Indonesia mengambil langkah ini, pemindahan ibu kota sempat dilakukan oleh beberapa negara.

Salah satu negara yang pernah memindahkan ibu kotanya adalah Inggris. Mungkin sebagian tak percaya bahwa London bukanlah ibu kota Inggris sejak lama.

Dalam sejarahnya, Inggris atau Britania Raya mengalami beberapa transisi ibu kota. Sebelumnya ibu kota kerajaan berada di Winchester hingga tahun 1026.

Pemindahan dilakukan dari Winchester ke London dimotori oleh banyaknya institusi pemerintahan yang memutuskan untuk berkantor di wilayah Westminster, masih bagian dari London. Pasalnya, waktu itu, London sudah menjadi pusat pelabuhan dan ekonomi yang cukup padat serta banyak urusan kenegaraan yang harus dilakukan di kota itu.

Karena situasi ini, London dengan cepat menjadi kota paling berkembang di Eropa. Pada 1650, kota yang terletak di bibir Sungai Thames itu menarik lebih dari 8.000 imigran per tahun.

Dengan kepadatan ini, muncul beberapa lembaga keuangan yang diprakasai serikat pekerja dan juga saudagar asing untuk melobi penguasa demi memberikan lingkungan bisnis yang baik bagi kegiatan usaha. Salah satunya adalah Liga Hanseatic dan juga beberapa saudagar Prancis.

Timbulnya lingkungan bisnis yang mendukung dari ini nyatanya membuat London semakin diminati para pebisnis. Pada abad ke-18, pemerintah Inggris ikut mendirikan institusi seperti Bank of England, Lloyds of London, dan London Stock Exchange di kota itu dengan harapan menunjang kebutuhan kolonialnya di Asia Selatan.

Perkembangan London sebagai pusat ekonomi baru pun membuat pemerintah Inggris semakin melepas pengaruhnya dalam dunia usaha yang dijalankan dari kota itu. Negara itu bahkan mendorong banyaknya liberalisasi pasar dan privatisasi demi mendorong sektor usaha.

Pembukaan pasar dan iklim ramah investor ini membuat London menjadi salah satu pusat keuangan dunia. Setara dengan New York di Amerika Serikat (AS).

"Kota London telah dibebaskan dari tahanannya, pemerintah Inggris, dan mengambil kesempatan untuk menumbuhkan, mendiversifikasi, dan meningkatkan pelanggan dari perusahaan di seluruh dunia di era baru pasar bebas dan globalisasi," ujar pakar ekonomi di media The Boar, Fatima Patel, dikutip Jumat (21/1/2022).

Meski begitu, kota ini masih mendapatkan tantangan ke depan. Krisis keuangan 2008 misalnya, menggulung beberapa bank. Belum lagi  pilihan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (UE) atau Brexit.

"Kota London, yang pernah menjadi kota wirausaha dan demokratis yang bebas dari intervensi kerajaan dan berdiri di atas kakinya sendiri, berada di bawah lututnya dan berada di bawah belas kasihan pemerintah," katanya lagi.

Sementara itu, di Indonesia, pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut pemindahan ibu kota ini sebagai bagian dari pemerataan sosial ekonomi. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa, bahkan mengatakan pemindahan ini akan menciptakan pusat ekonomi baru di luar Jakarta dan Pulau Jawa.

"Pemindahan ibu kota ke Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, keunggulan daerah, dan kesejahteraan. Dengan visi lahirnya pusat gravitasi ekonomi baru di tengah nusantara," pungkasnya.

Saksikan video di bawah ini:

Wilayah Indonesia yang mengalami musim hujan

Lebih lanjut Dwikorita mengatakan, saat ini beberapa Zona Musim (ZOM) telah terkonfirmasi mulai mengalami musim hujan.

Wilayah-wilayah di Indonesia yang mulai mengalami musim hujan di antaranya sebagai berikut.

Selanjutnya, musim hujan akan terjadi di Sumatera bagian tengah dan selatan, secara hampir berurutan diikuti oleh Kalimantan, Jawa, hingga secara bertahap akan mendominasi hampir seluruh wilayah Indonesia pada periode Maret hingga April 2024.

Sementara itu, Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan memaparkan secara lebih detail bahwa pada bulan September 2023, terdapat sekitar 24 ZOM atau sekitar 3,4 persen wilayah yang akan memasuki awal musim hujan.

Baca juga: Kapan Awal Musim Hujan di Indonesia Tahun Ini? Ini Prakiraan BMKG

Ilustrasi hujan, musim hujan tiba.

Wilayah-wilayah tersebut meliputi sebagian Sumatera Barat dan Riau bagian selatan.

Sedangkan pada bulan Oktober 2023, sekitar 69 ZOM akan memasuki musim hujan yaitu provinsi seperti Jambi, Sumatera Selatan bagian utara, Jawa Tengah bagian selatan, sebagian wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah bagian barat, dan sebagian besar Kalimantan Timur.

"Secara umum musim hujan diprediksi akan datang lebih lambat," imbuh Ardhasena.

Wilayah-wilayah tersebut di antaranya terjadi pada sekitar 446 ZOM (sekitar 63,8 persen wilayah) di seluruh Indonesia.

Sementara itu, sejumlah 22 ZOM, atau sekitar 3,2 persen, diprediksi akan mengalami awal musim hujan yang lebih awal atau MAJU.

"Serta terdapat juga sekitar 56 ZOM atau sekitar 8,0 persen wilayah Indonesia yang diprediksi akan mengalami awal musim hujan yang sama dengan rerata klimatologinya,” imbu Ardhasena.

Ardhasena menambahkan musim hujan 2023/2024 secara umum diprediksi akan bersifat normal, yaitu terjadi pada sekitar 566 ZOM atau pada sekitar 80,9 persen wilayah di Indonesia.

Baca juga: Banjir di Banyak Daerah, Kapan Puncak Musim Hujan Berakhir? Ini Penjelasan BMKG

Kendati demikian terdapat beberapa wilayah yang diprediksi akan mengalami musim hujan dengan sifat di atas normal dengan curah hujan lebih tinggi dari rerata, serta wilayah yang diperkirakan akan bersifat di bawah normal.

Wilayah dengan curah hujan di bawah normal, menurut prediksi BMKG terjadi di wilayah berikut.

Wilayah dengan curah hujan di atas normal, menurut prediksi BMKG terjadi di wilayah berikut.

Baca juga: BMKG Pastikan Prakiraan Musim Hujan Lebih Akurat 2022-2023

8.2Luar biasa256 ulasan

8.4Luar biasa190 ulasan

8.4Luar biasa335 ulasan

8.6Luar biasa771 ulasan

8.2Luar biasa332 ulasan

8.4Luar biasa613 ulasan

8.4Luar biasa202 ulasan

8.6Luar biasa680 ulasan

8.2Luar biasa242 ulasan

8.6Luar biasa795 ulasan

8.4Luar biasa106 ulasan

8.6Luar biasa1087 ulasan

8.4Luar biasa418 ulasan

8.2Luar biasa252 ulasan

8.2Luar biasa98 ulasan

8.4Luar biasa731 ulasan

8.6Luar biasa764 ulasan

8.4Luar biasa121 ulasan

8.4Luar biasa340 ulasan

8.6Luar biasa3024 ulasan

8.4Luar biasa168 ulasan

8.2Luar biasa194 ulasan

8.2Luar biasa537 ulasan

8.4Luar biasa769 ulasan

8.2Luar biasa276 ulasan

8.6Luar biasa2816 ulasan

8.4Luar biasa1557 ulasan

8.6Luar biasa1966 ulasan

8.6Luar biasa1717 ulasan

8.4Luar biasa723 ulasan

8.4Luar biasa649 ulasan

8.2Luar biasa539 ulasan

8.4Luar biasa3298 ulasan

8.6Luar biasa10462 ulasan

8.4Luar biasa978 ulasan

8.2Luar biasa332 ulasan

8.6Luar biasa1583 ulasan

8.4Luar biasa356 ulasan

8.2Luar biasa241 ulasan

8.2Luar biasa361 ulasan

8.6Luar biasa1492 ulasan

8.4Luar biasa1045 ulasan

8.4Luar biasa3398 ulasan

8.6Luar biasa1378 ulasan

8.6Luar biasa990 ulasan

8.6Luar biasa2249 ulasan

8.8Luar biasa5416 ulasan

8.4Luar biasa722 ulasan

8.6Luar biasa1566 ulasan

8.6Luar biasa1407 ulasan

8.2Luar biasa232 ulasan

8.4Luar biasa1493 ulasan

8.6Luar biasa801 ulasan

8.6Luar biasa1471 ulasan

8.4Luar biasa816 ulasan

8.6Luar biasa576 ulasan

8.6Luar biasa1329 ulasan

8.6Luar biasa2264 ulasan

8.4Luar biasa348 ulasan

8.0Luar biasa247 ulasan

8.4Luar biasa689 ulasan

8.4Luar biasa449 ulasan

8.4Luar biasa1214 ulasan

8.6Luar biasa118 ulasan

8.6Luar biasa1061 ulasan

8.2Luar biasa309 ulasan

8.4Luar biasa709 ulasan

8.4Luar biasa509 ulasan

8.6Luar biasa1783 ulasan

8.8Luar biasa144 ulasan

8.0Luar biasa446 ulasan

8.6Luar biasa105 ulasan

8.8Luar biasa154 ulasan

hotelmix.id menggunakan cookie yang benar-benar diperlukan agar dapat berfungsi. Kami tidak mengumpulkan cookie analitis dan pemasaran.OKE

©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.